REVIEW
JURNAL
“PERBEDAAN ANTARA HADIS
MUDALLAS DAN MURSAL”
Disusun Guna Memenuhi
Tugas Tengah Semester
Mata Kuliah : Ulumul
Hadits
Dosen Pengampu: Moh.
Irhas, M.Pd.I
Disusun
Oleh:
Zuly
Mar’atul Luthfiyah (1710610077)
Tadris
Matematika B
PROGRAM
STUDI TADRIS MATEMATIKA
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN
AKADEMIK 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan taufiq-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah tugas review jurnal yang berjudul: “Perbedaan Antara Hadis Mudallas Dan Mursal” Sholawat dan taslim
penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat
dan para umatnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari sepenuhnya, meskipun telah
mengupayakan semaksimal mungkin untuk menyempurnakan kualitas isi yang
disajikan, namun masih banyak kekurangan-kekurangan yakni masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis senantiasa memohon ridho Allah SWT serta
sangat mengharapkan bimbingan dari berbagai pihak, kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga review ini
dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan pembaca pada umumnya.
Terima kasih juga saya haturkan kepada Pak Irhas,M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah ini, sehingga menjadikan saya berkesempatan untuk menulis review
tentang topic yang saya minati.
Kudus, 5 April 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
A.
PENDAHULUAN............................................................................. 1
B.
RINGKASAN JURNAL................................................................... 1
1.
Identitas Jurnal...........................................................................
1
2.
Ringkasan................................................................................... 2
C.
PEMBAHASAN............................................................................... 16
D.
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 18
A. PENDAHULUAN
Pada kesempatan yang baik ini, sebagai pemenuhan
tugas tengah semester genap mata kuliah ulumul hadits, penulis membuat review
dari salah satu jurnal elektronik yang berkaitan dengan Ulumul hadits. Jurnal
yang dipilih oleh penulis berdasar pada pemenuhan keingintahuan penulis
terhadap materi perbedaan antara Hadis Mudallas dan Mursal sebagai topik yang
akan direview. Jurnal ini relevan terhadap Mata Kuliah Ulumul Hadis karena
dalam ulumul hadis terdapat sub materi yang membahas tentang Hadis-hadis dho’if
yang berkaitan dengan Mudallas dan Mursal beserta perbedaanya yang cukup sering
diperbincangkan oleh ahli-ahli agama. Mereka sering bertukar pendapat tentang
Hadis Mursal dan Mudallas sehingga kadang kala menimbulkan perbedaan pendapat
yang cukup signifikan.
Oleh karena itu, sebagai bentuk apresiasi penulis
terhadap para ulama yang membahas topik ini dengan mengerahkan segala
pemikirannya, penulis mengambil jurnal yang berjudul “Perbedaan Hadis Mursal
dan Mudallas” ini yang nantinya berisi
pengertian beserta pendapat para ulama yang ditelah dijelaskan dalam jurnal
tersebut. Sehingga menjadikan penulis mengambil judul yang diminati nya sebagai
pemenuhan tugas tengah semester dua .
B. RINGKASAN
JURNAL
1.
Identitas Jurnal
Judul : Perbedaan Antara
Hadis Mudallas Dan Mursal
Volume : Vol. 1 No.2
Tahun
terbit : 2015
Penulis : Zulham Qudsy Farizal Alam
Lembaga
Penerbit : STAIN Kudus
Alamat Penerbit :
Jalan Conge No.51, Ngembalrejo, Bae, Kabupaten
Kudus, Jawa Tengah 59322
Jumlah
Halaman : 26 hlm
2.
Ringkasan Jurnal
a. Pendahuluan
Hadis
ataupun sunnah Rasul merupakan pedoman dan tuntunan bagi umat islam setelah
Al-quran. Mempelajari hadist adalah kewajiban seorang muslim. Sebagai orang
yang mengakui cinta Rasulullah, tentu kita berusaha semaksimal mungkin untuk
semangat mempelajari sabda-sabda Rasulullah SAW. Nabi Muhammad Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda,
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara.
Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan
Sunnah Rasul-Nya”. [1]
Rasulullah
juga memberi motivasi bagi umatnya untuk mendengar dan meriwayatkan hadits.
Sebagaimana yang disebutkan dalam sabdanya:
Dari
Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu berkata: saya mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga Allah memberikan nudlrah (cahaya
di wajah) kepada orang yang mendengarkan sabdaku lalu ia memahaminya,
menghafalnya dan menyampaikannya. Berapa banyak orang yang membawa fiqih kepada
orang yang lebih faqih darinya, ada tiga perkara yang tidak akan dengki hati
muslim dengannya: mengikhlaskan amal karena Allah, menasehati pemimpin kaum
muslimin dan berpegang kepada jama’ah mereka karena do’a mereka meliputi dari
belakang mereka”.[2]
Secara
umum Ilmu Hadis adalah pengetahuan mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan
kepada pengetahuan tentang rawi (periwayat) dan marwi (materi yang
diriwayatkan)[3]
Ada
pendapat lain yang menyatakan Ilmu Hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk
mengetahui kondisi sanad dan matan[4]
b. Kajian Teori
1) Pengertian Hadist Mursal
Secara bahasa مرسل merupakan isim maf’ul dari kata ارسل yang bermakna lepas. Sedang secara
istilah, menurut ahli hadist, hadist mursal adalah hadist yang gugur sanadnya
seseorang setelah tabi’in.[5]
Atau dengan kata lain hadist yang disandarkan langsung oleh tabi’in kepada
rasulullah tanpa menyebutkan rawi dari tingkatan sahabat.
Hadist disebut mursal seakan-akanpelakunya melepaskan
sanad-sanadnya dan tidak menyebutkannya dengan seorang rawi yang populer.[6]
Berbeda dengan ulama muhaditsin, ulama fiqih
mendefinisikan hadist mursal dengan hadist yang gugur sanadnya, baik sebelum
atau sesudah tabi’in.[7]
Hadis mursal adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi oleh
seorang tabi’in dengan mengatakan. “Rasulullah SAW. Berkata…” baik ia tabi’in
besar maupun tabi’in kecil.
Macam-macam hadist mursal:
a) Mursal jally
b) Mursal shahabi
c) Mursal khafi
Kitab Yang Memuat Hadis Mursal:
1.
Al-Marâsîl karya Abu Daud.
2.
Tuhfatul Asyrâf (bagian akhir) karya Al-Hafizh
Al-Muzzi.
3.
Al-Jâmi’ Al-Kabîr (bagian akhir) karya Al-Imam
As-Suyuthi.
1.
Pengertian
hadis mudallas
Kata mudallas adalah bentuk isim maf’ul dari kata
دَلَّسَ يُدَلِّسُ تَدْلِيْسًا فَهُوَ
مُدَلِّسٌ وَمُدَلَّسٌ
Kata at-tadlis secara bahasa diartikan menyimpan atau
menyembunyikan cacat barang dagangan dari pembelianya. Pembeli mengira bahwa
barang dagangan itu bagus, indah, dan menarik, tetapi setelah diteliti benar
dan dibolak-balik, ternyata terdapat cacat pada barang dagangan itu. Adapun
menurut istilah, hadis mudallas adalah sebagai berikut.
Menurut Syaikh Mana’ Al-Qaththan secara istilah adalah
menyembunyikan aib dalam hadits dan menampakkan kebaikan pada dzahirnya[8]
1.
Pembagian
Hadis Mudallas
Hadis mudallas dibagi menjadi dua macam yang pokok, yaitu tadlis
al-isnad dan tadlis asy-syuyukh:
1.
Tadlis Al-Isnad
أَنْ ْيَرْوِيَ الرَّاوِي عَمَّنْ
لَقِيَهُ مَا لَمْ يَسْمَعْه مِنْهُ مُوْهِمًا سَمَاعَه
Seorang perawi meriwayatkan suatu hadis yang ia tidak
mendengarnya dari seseorang yang pernah ia temui dengan cara yang menimbulkan
dugaan bahwa ia mendengarnya.
Tadlis al-isnad adalah seorang perawi meriwayatkan
sebagian hadis yang telah ia dengar dari seorang syaikh, tetapi hadis yang di tadlis-kan
ini memang tidak mendengar darinya, ia mendengar dari syaikh lain yang
mendengar daripadanya.
Kemudian tadlis al-isnad dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:
a)
Tadlis At-Taswiyah,
b)
Tadlis Al-Athfi,
2. Tadlis
Asy-syuyukh
Seorang
perawi meriwayatkan dari seorang syaikh sebuah hadis yang ia dengar darinya
kemudian ia berinama lain atau nama panggilan (kuniyah) atau nama bangsa dan
atau nama sifat yang tidak di kenal supaya tidak di kenal.
Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya tadlis
asy-syuyukh, yaitu:
a. Kelemahan
seorang syaikh atau ia tidak tsiqoh.
b. Wafat
syaikh belakangan sehingga dimungkinkan ia bersama jama’ah dalam mendengar
hadis dari penyampai berita, padahal tidak demikian.
c. Usia
muda memungkinkan terjadinya tadlis asy-syuyukh, karena ia lebih muda
dari pada yang meriwayatkannya;
d. Banyaknya
periwayatan, ia ia tidak suka memperbanyak periwayatan dengan menyrbutkan suatu
nama
Sedangkan untuk tadlis isnad, di samping 3 faktor
pendorong pertama di atas, di tambah dua hal sebagai berikut.
a. Memberikan
pemahaman isnad ‘ali (isnad yang sedikit perawinya).
b. Luput
sedikit sebagian sanad hadis yang banyak dan panjang sebagaimana yang ia dengar
syaikh.
c. Di
antara buku tentang hadis mudallas yang terkenal adalah sebagian
berikut.
1) At-Tabyin
li Asma Al-Mudallisin, karya Al-khatib Al-baghdadi.
2) Ta’rif
Ahl At-Taqdis bi Maratib Al-mawshufin bi At-tadlis, karya Ibnu Hajar.
c. Metodologi Penelitian
Obyek dari penelitian ini adalah menyangkut
pemikiran para ulama mengenai topic Hadis Mursal dan Mudallas beserta
perbedaannya. Sasaran penelitian terhadap topik yang dimaksud diarahkan pada
pemikirannya, jumhur ulama dikhususkan
pada ciri-ciri dan perbedaan diantara kedua hadis tersebut . Dengan demikian,
bila ditinjau dari obyek penelitian, maka penelittian ini masuk dalam kerangka
penelitian literatif.
Adapun metode yang digunakan dalam studi
ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan filosofis dan kompratif. Dalam
pencarian data, metode yang digunakan adalah library research. Adapun buku yang
dijadikan sumber primer yaitu; At-Tabyin li Asma Al-Mudallisin, karya Al-khatib
Al-baghdadi.(1989). Sementara sumber sekunder adalah
berbagai buku, artikel yang memilki hubungan dengsan topik pembahasan yang
sedang dikaji.
d. Pembahasan
1. Hadits Mursal
a.
Pengertian
Hadits Mursal
Hadis mursal adalah keadaan dimana
seorang tabiin besar yang berjumpa dengan sekelompok shahabat mengatakan bahwa
Rasulullah mengatakan ini atau Rasulullah melakukan hal ini, definisi ini
disepakati oleh para ulama.
Bentuk
ungkapan hadis mursal; seorang tabi’in mengatakan, “Rasulullah saw bersabda demikian”,
“Melakukan demikian”, “Dilakukan hal demikian di hadapan beliau”, atau “Beliau
memiliki sifat demikian” seraya memberitakan tentang salah satu sifat beliau
saw.
b. Hukum Berargumen dengan Hadis Mursal
Hadis
mursal menurut kebanyakan ulama’ adalah merupakan bagian dari hadis dha’if.
Imam Muslim di dalam Muqaddimah ash-Shahih (1/30) berkata, “Riwayat yang mursal
menurut pendapat kami dan pendapat ahli hadis tidak dapat menjadi hujjah”.
Hanya saja, kedha’ifan hadis mursal adalah ringan, ia akan hilang apabila
diikuti dengan riwayat yang setara kedha’ifannya atau lebih sahih darinya6
selama riwayat tabi’nya ini tidak mursal dari thabaqah (tingkat) yang sama
dengan riwayat yang pertama.
Namun
sebagaimana kita ketahui bahwa para tokoh dan ulama terkemuka, misalnya para
pendiri madzhab, mereka justru menganggap hadis Mursal itu dapat dimasukkan ke
dalam jenis hadis Shahih, dengan syarat bahwa sanad hadis dari periwayat
terakhir atau pembuku hadis hingga tabi’in yang menghubungkan langsung kepada
Nabi tersebut memenuhi syarat. Syarat tersebut mereka tekankan karena menurut
argumentasi mereka bahwa keterputusan sanad yang seperti itu, yakni ketiadaan
perawi pertama dalam rangkaian sanad tidak akan menyebabkan lemahnya sebuah
hadis.
Mereka
menganggap bahwa hadis Mursal yang seluruh periwayat yang ada dalam sanad
tersebut memenuhi syarat dan hanya kerena tidak tersambungnya sanad pada akhir
sanad, tidak akan menyebabkan cacatnya sebuah riwayat. Mereka meyakini bahwa
periwayat yang hilang atau tidak disebutkan tersebut ialah periwayat pertama
atau sahabat. Sikap mereka tersebut disebakan bahwa mereka meyakini dan
melaksanakan kaidah yang dirumuskan oleh para ahli hadis bahwa “semua sahabat
itu dianggap adil”. Artinya seluruh sahabat itu digolongkan sebagai periwayat
yang memenuhi syarat. Logikanya, periwayat tersebut dicantumkan ataupun tidak
dalam sebuah sanad, maka tidak akan ada pengaruhnya, hadis tersebut tetap
dianggap Shahih, asalkan seluruh sanad setelah itu memenuhi syarat.
Namun
untuk memberikan informasi yang lebih luas kiranya dipandang perlu disampaikan
beberapa pendapat ulama seputar sikap mereka dalam menghadapi hadis Mursal ini.
Pada prinsipnya sikap ulama terhadap hadis Mursal tersebut dapat digolongkan
menjadi 4 golongan, yaitu:
a.
Mereka yang menganggap bahwa hadis
Mursal tersebut sebagai hadis dhaif.
b.
Mereka yang menganggap bahwa hadis
Mursal tersebut masuk dalam kategori hadis shahih dan karena itu dapat dibuat
hujjah.
c.
Mereka yang menerima alias
menganggap shahih hadis Mursal tersebut dengan beberapa syarat, yaitu:
a.
Yang memursalkan adalah Tabi`in
besar
b.
Yang memursalkan tersebut selalu
meriwayatkan hadis dari orang yang termasuk tsiqah, dan tentu tidak pernah
ditemukan riwayat dari orang yang tidak tsiqah.
c.
Yang memursalkan itu ketika meriwayatkan
hadis tidak menyimpang dari periwayat yang telah diketahui ketsiqahannya
Pendapat
ini adalah pendapat Imam Syafi`i dan beberapa ahli ilmu. memandang bahwa hadits
mursal itu adalah dhaif, karena tidak dapat dijadikan hujjah. Karena rawi yang
digugurkan tersebut tidak diketahui identitasnya. Asy-Syafi’iy mengemukakan
pengecualian-pengecualian antara lain:
a.
Hadits mursal dari ibnu’l Musayyab.
Sebab pada umumnya ia tidak meriwayatkan hadits selain dari abu Hurairah.
b. Hadits Mursal yang dikuatkan oleh hadits
musnad, baik dhaif maupun shahi.
c.
Hadits mursal yang dikuatkan oleh
qiyas.
d. Hadits
mursal yang dikuatkan oleh hadits-hadits mursal yang lain.
Demikianlah beberapa pendapat ulama
dalam menyikapi hadis Mursal. Namun meskipun berbeda dalam menyikapi hadis
Mursal sebagaimana tersebut, sesungguhnya mereka mempunyai semangat yang
relatif sama, yakni ingin menyelamatkan hadis yang diwarisi dari Nabi Muhammad
SAW. Hanya saja cara yang ditempuh dan dilakukan memang berbeda, sehingga
menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.
Selanjutnya perlu diketahui bahwa
ada macam hadis Mursal yang secara umum tidak dianggap sebagai hadis Mursal,
melainkan dimasukkan kedalam hadis yang musnad dan marfu’. Jenis hadis Mursal
ini memang special, namun tidak mendapatkan pembahasan para ulama, karena
memang seluruh ulama telah sepakat memasukkan kedalam hadis Shahih, jenis hadis
Mursal tersebut ialah hadis yang dimursalkan oleh seorang sahabat. Sebagaimana
kita ketahui bahwa tidak semua sahabat itu mendengar atau melihat langsung apa
yang dikatakan atau diperbuat oleh sumber hadis, yakni Nabi Muhamma SAW, tetapi
sebagian diantara mereka mendapatkan hadis tersebut dari sesama sahabat.
c. Sebagian Riwayat Mursal Lebih Shahih dari Riwayat
yang Lain.
Hadis
yang diirsalkan oleh Sa’id bin Musayyib adalah mursal yang paling sahih, karena
kebanyakan riwayatnya diperoleh dari shahabat secara langsung. Maka apabila ia
mengirsalkan suatu riwayat, artinya ia menirsalkannya dari seorang shahabat.
Adapun
irsalnya az-Zuhri dan Qatadah termasuk mursal yang diragukan, karena dalam
irsal mereka berarti hilangnya lebih dari seorang rawi antara mereka dengan
Nabi saw, maka kebanyakan hadis mursal dari mereka sesungguhnya adalah mu’dlol.
Mursal dibagi ke dalam dua bagian :
1. Mursal
Jali
Mursal
di sini maksudnya yang terputus. Jali artinya yang terang, yang nyata. Jadi
mursal jali artinya yang putus dengan nyata-nyata, menurut pembicaraan ilmu
hadits, ditentukan mursal jali itu untuk satu hadits yang diriwayatkan seorang
rowi dari seorang syaikh, tetapi syaikh ini tidak semasa dengannya.
2. Mursal
Khafi
Mursal di sini sama maksudnya dengan
Mursal jali, yaitu dengan makna yang terputus. Khafi artinya yang tersembunyi,
yang tidak terang, yang gelap. Jadi mursal khafi ialah putus yang tersembunyi
atau putus yang tidak terang.
Dan menurut buku Musthalah hadits
Mursal khofi di bagi 2:
a. Mursal
Shahabi :
Jumhur muhadditsiin dan ulama ushul
fiqih berpendapat bahwa mursal shahabi adalah shahih dan dapat dijadikan
hujjah. Yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang shahabat tentang sesuatu yang
telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang menunjukkan bahwa dia tidak
menyaksikan secara langsung karena faktor usianya yang masih kecil, atau karena
faktor keterlambatan masuk Islam.
b. Mursal
tabi’i
Mursal
artinya terputus sedangkan tabi’I artinya pengikut atau tabi’in. maka mursal
tabi’I adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in dari nabi baik perkataan,
perbuatan atau persetujuan, baik tabi’in senior maupun tabi’in yunior tanpa
menyebutkan penghubung antara seorang tabi’in dan nabi SAW yaitu sahabat.
2. Hadits Mudalas
Abu Ishaq as-Sabi’i adalah Amr bin
Abdullah, dia siqah dan banyak meriwayatkan hadis, hanya saja dia dianggap
tadlis. Mengenai ia telah mendengarkan hadis dari al-Barra’ bin ‘Azib, jelas
telah ditetapkan di dalam beberapa hadis. Hanya pada hadis ini saja ia meriwayatkan
dengan ungkapan yang mengandung kemungkinan telah mendengar secara langsung,
yaitu dengan ‘an’anah (menggunakan kata ‘an). Padahal hadis ini tidak ia
dengarkan langsung dari al-Barra’ bin ‘Azib. Ia mendengarkan hadis tersebut
dari Abu Dawud al-A’ma (namanya adalah Nafi’ bin al-Haris), sedangkan ia matruk
(tertolak hadisnya) dan dituduh berdusta.
Bukti ia tidak mendengarkan secara
langsung ialah, Ibnu Abi Dun-ya mengeluarkan hadis di dalam kitab al-Ikhwan
(h.172) dari jalan Abu Bakr bin ‘Iyasy, dari Abu Ishaq, dari Abu Dawud, ia
berkata; aku menemui al-Barra’ bin ‘Azib, kemudian aku menjabat tangannya, lalu
ia berkata; Aku mendengar Rasulullah saw bersabda… ia menyebutkan hadis di
atas.
Di di antara riwayat yang
menunjukkan bahwa hadis tersebut berasal dari Abu Dawud al-A’ma adalah; Imam
Ahmad mengeluarkan hadis tersebut di dalam Musnad-nya (4/289) dengan jalan,
Malik bin Maghul, dari Abu Dawud … dan seterusnya. Dengan demikian, hadis Abu
Ishaq dari al-Barra’ adalah Mudallas.
1.
Macam-macam
Tadlis
a)
Tadlis Isnad
b)
Tadlis Syaikh;
c)
Tadlis Bilad;
d)
Tadlis ‘Athf;
e)
Tadlis as-Sukut.
f)
Tadlis Taswiyah.
2.
Hukum ‘An‘anah seorang mudallis
Para ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini, yaitu:
a. Riwayat
mudallis tertolak secara mutlak meskipun jelas-jelas mendengar. Karena
perbuatan tadlis itu sendiri merupakan perbutan yang cacat, akan tetapi
pendapat ini tidak bisa dijadikan sebagai pegangan.
b. Apabila
tidak secara jelas mendengar, maka riwayatnya tidak bisa diterima.[9]
c. Ibnu
Shalah merinci pendapatnya, yaitu : Apa yang diriwayatkan oleh mudallis dengan
lafadz yang memiliki banyak kemungkinan(muhtamal) dan tidak menjelaskan bahwa
dia mendengar atau bersambung sanadnya, maka hukumnya adalah mursal dan tidak
dijadikan hujjah. Sedang bila lafadz periwayatannya jelas menunjukkan bahwa
sanadnya bersambung. Maka diterima dan
dijadikan sebagai hujjah.
Secara
umum seorang mudallis yang banyak tadlisnya apabila datang dengan membawa
riwayat secara ‘an‘anah, dan tidak menyatakan menerima hadis dengan sima’
(mendengar) maka periwayatannya ditolak. Tetapi apabila ia menyatakankan
menerima hadis secara sima’ maka riwayat itu dapat diterima.
Adapun
orang yang sedikit tadlisnya, yang tidak mentadliskan kecuali dari tokoh yang
siqah, maka ‘an‘anahnya ada kemungkinan berarti sima’, kecuali apabila telah
jelas bahwa ia mentadliskan suatu hadis. Hal itu ditentukan setelah
mengumpulkan jalan-jalan hadisnya dan menguji riwayatnya.
Hadits
Syuyukh hukumnya bisa makruh bila orang yang meriwayatkan dari perawi yang
lebih kecil umurnya, dan haram bila orang yang tidak tsiqah lalu melakukan
tadlis agar tidak diketahui keadaanya, atau membuat pengaburan agar dikira
sebagai orang lain yang tsiqah dengan menyamakan nama.
3. Tingkatan
Mudallis
Para
rawi yang disebut telah melakukan tadlis dikelompokkan ke dalam beberapa
tingkatan sesuai dengan banyaknya tadlis mereka, dan kondisi hafalan mereka.
Para ulama’ menggolongkan mereka kepada lima tingkatan, yaitu
1.Orang
yang tidak dikatakan tadlis kecuali jarang-jarang seperti Yahya bin Sa’id
al-Anshari
2.Orang
yang tadlisnya ringan, dan hadisnya masih disebutkan di dalam kitab ash-Shahih
karena keimamannya di satu sisi dan sedikitnya tadlis mereka di sisi lain,
seperti Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri, Dia tidak mentadliskan kecuali dari orang
yang siqah seperti Sufyan bin Uyainah.
3.Orang
yang hadisnya didiamkan oleh sejumlah ulama’, ‘an‘anah mereka tidak diterima,
dan tidak cukup untuk hujjah kecuali apabila dinyatakan dengan “mendengar” dan
di antara mereka ada yang diterima ‘an‘anahnya selama tidak ada petunjuk yang
jelas bahwa hadisnya itu telah ditadliskan, seperti Qatadah ad-Di’amah
as-Sadusi14 dan Abu Ishaq as-Sabi’i
4.Orang
yang disepakati oleh ahli hadis untuk tidak berhujjah dengan hadisnya yang
tidak diriwayatkan dengan ungkapan sima’ karena banyak-nya tadlis mereka dari
orang yang lemah dan majhul seperti Muhammad bin Ishaq bin Yassar, dan Abdul
Malik bin Abdul Aziz bin Juraij.
5.Orang
yang disebut dengan ungkapan lain, selain tadlis, yang mengandung maksud
mencela dan menda’ifkannya, hadisnya tertolah meskipun diungkapkan dengan
sima’, seperti Abu Junnab al-Kalbiy dan Abu Sa’id al-Biqal.
4.
Perbedaan
antara Tadlis dan Mursal Khafi
Perbedaan
nya terletak pada hukum ‘an‘anah dari orang yang disebutkan pada salah satu di
antara keduanya. Maka pada bab ini sebagian Ahli Ilmu memperluasnya dan
menamakan irsal khafi dengan sebutan tadlis. Yang utama, antara keduanya
terdapat perbedaan.
Irsal
Khafi adalah; seorang ahli hadis meriwayatkan hadis dari guru yang sezaman
tetapi tidak pernah bertemu, atau bertemu tetapi ia tidak mendengar hadis
darinya. Dalam meriwayatkan hadis itu ungkapannya menggambarkan bahwa ia telah
mendengar secara langsung, seperti kata “dari” atau “ia berkata”.
Dengan
demikian perbedaan antara Tadlis dan Irsal terletak pada cara sima’nya seorang
muhaddis dari gurunya, yang dia riwayatkan hadis darinya. Apabila ia
meriwayatkan suatu hadis dari seorang guru yang ia dengar hadis darinya, tetapi
hadis itu tidak ia dengar langsung, melainkan dengan adanya perantara, maka itu
namanya tadlis. Sedangkan apabila ia meriwayatkan hadis dari seorang guru yang
tidak pernah ia lihat, atau dilihatnya tetapi tidak didengar hadis darinya,
maka riwayatnya itu dinamakan mursal.
5.
Tambahan; Perbedaan antara Tadlis dan Irsal.
Orang
yang dikatakan tadlis, pada umumnya ‘an‘anahnya tertolak sehingga ia memberikan
penjelasan pada setiap riwayatnya bahwa ia telah menerima hadis secara sima’
dari seorang guru. Adapun secara khusus, telah dibicarakan dalam pembahasan
tentang tingkatan mudallis. Sedangkan orang yang berpendapat, “Sesungguhnya
riwayat dari seorang syaikh yang mursal –yang tidak disebut sebagai tadlis-
maka ‘an‘anahnya tertolak sehingga ia menjelaskannya periwa-yatannya dengan ungkapan
sima’, meskipun sesekali dapat diterima ‘an‘anahnya setelah itu.
6.
Mengenal orang-orang yang disebut sebagai tadlis
Bagi
yang ingin mendalami nama-nama mudallis, thabaqatnya dari segi tadlis, silakan
merujuk pada kitab-kitab yang telah disusun oleh para ulama’ tentang tadlis dan
mudallis. Di antara kitab-kitab yang telah dicetak antara lain;
a.
At-Tabyin li Asma’ al-Mudallisin,
karangan Burhanuddin al-Halabiy.
b.
At Tabyiin li Asma Al Mudallisin,
karya Al Khathib Al
Baghdadi.
c.
Ta’rif Ahlu at-Taqdis bi Maratib al-Maushufin
bi-at-Tadlis, karangan al-Hafidz Ibnu Hajar
d.
Jami’ at-Tahshil fi Ahkam
al-Marasil, karangan al-Hafidz Shalahuddin al-‘Ala’i. Ia membahas di dalam
kitab itu tentang tadlis dan mudallisnya.
e.
Ittikhaf Dzawi ar-Rusukh biman
Rumiya bi at-Tadlis min asy-Syaikh, karangan Fadlilah asy-Syaikh H.ammad bin
Muhammad al-Anshari.
Kitab
yang terakhir ini sangat bermanfaat, di dalam kitab ini pengarangnya
menggabungkan dua kitab pertama di atas, dan memberikan penjelasan terhadap
karya as-Suyuthi tentang nama-nama mudallis.
7.
Cara mengetahui Tadlis.
a. Pemberitahuan
dari si mudalisnya sendiri
b. Penetapan
salah seorang imam hadits yang didasarkan pada pengetahuannya yang diperoleh
melalui kajian dan penelusuran
8.
Perkataan Ulama’ Tentang Tadlis
a. Diriwayatkan
dari Syu’bah. bahwa ia berkata:”Berzina lebih aku sukai daripada
mentadlis(hadits).”
b. Imam
Syafi’I berkata:”Tadlis adalah saudaranya dusta.”
c. Di
riwayatkan dari para hafidz, barang yang diketahui mentadlis para perawi, maka
riwayatnya ditolak secara mutlak, walaupun ia meriwayatkan dengan lafadz
bersambung serta diketahui dia mentadlis hanya sekali.
d. Ahmad
Muhammad Syakir berkata:” Tujuan mentadlis adalah sama dengan mursal yaitu
khawatir kalau syaikhnya diketahui karena akan ditolak.
9.
Penyebab Tercelanya Tadlis
a. Diragukan
mendengar dari syaikh yang belum pernah ia dengar.
b. Sengaja
menutup-nutupi suatu perkara yang disembunyikan.
c. Diketahui
bahwa jika menyebutkan hadits yang ditadliskannya maka ia tidak akan disukai.
d.
Kesimpulan
dan Saran
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa hadis mursal adalah keadaan dimana seorang tabiin
besar yang berjumpa dengan sekelompok shahabat mengatakan bahwa Rasulullah
mengatakan ini atau Rasulullah melakukan hal ini. Sedangkan hadis mudalas
adalah apabila seorang periwayat meriwayatkan (hadits) dari seorang guru yang
pernah ia temui dan ia dengar darinya, (tetapi hadits yang ia riwayatkan itu)
tidak pernah ia dengar darinya, (sedang ia meriwayatkan) dengan ungkapan yang
mengandung makna mendengar, seperti ‘dari’ atau ‘ia bekata’. Kedua jenis hadits
tersebut menuai berbagai pendapat dalam pengunaanya sebagai hujjah, ada yang
menganggapnya dhoif sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, ada juga pendapat
yang membolehkan sebagai hujjah namun dengan berbagai syarat dan pengecualian.
Namun
demikian baik hadits mursal maupun mudalas mempunyai perbedaan yaitu terletak
pada cara sima’nya seorang muhaddis dari gurunya, yang dia riwayatkan hadis
darinya. Untuk itu ketelitian dalam menentukan kelayakan hadits sebagai hujjah
sangat diperlukan, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan dasar
hukum atau hujjah.
C. PEMBAHASAN
1.
Pokok-pokok
Argumentasi penulis dalam pendahuluan
Dalam review jurnal ini penulis menyampaikan gagasannya
mengenai jurnal yang direview berdasarkan rasa keingintahuan penulis terhadap
materi dari jurnal tersebut.
2.
Pemilihan
Kata dan Kajian Teori
Pemilihan
kata yang diambil oleh pembuat jurnal sudah relevan dengan topic yang dibahas,
bahasa dan tata letaknya sudah sesuai. Dalam mencantumkan Kajian teori, penulis
memikirkan point-point penting yang sekiranya memudahkan dalm memahami isi dari
jurnal tersebut. Pemilihan diksinya sudah tepat, yang kurang sesuai adalah
penyusunan isinya terlalu panjang lebar. Biasanya jurnal berisi point-point
penting materi yang hanya perlu dibahas
3.
Metode Penelitian
yang dilakukan
Penulis
memilih metode deskriptif analisis dikarenakan sesuai dengan topic yang
dibahas. Sehingga memudahkan penulis dalam mereview jurnal yang berupa hafalan
dan pemahaman yang benar terkait hadis mursal maupun mudallas.
4.
Kerangka
berfikir penulis pada bagian pembahasan
v Kelebihan jurnal
Kelebihan dari
artikel jurnal ini adalah membahas langsung tentang hadis mursal maupun
mudallas sehingga penelitian ini akan sangat bermanfaat sekali mengingat masih
sangat jarang penelitian yang mengarah pada studi ulumul hadits terutama hadis
musal maupun mudallas. Jurnal ini menjelaskan secara detail mengenai pembagian
nya. Dari ukuran spasi maupun jenis font yang digunakan sudah baik. Ayat-ayat
yang digunakan juga jelas maknanya, dapat difahami oleh orang awam.
v Kekurangan jurnal
Kekurangan dari artikel jurnal ini adalah
kurang efektif dalam pengolahan kalimatnya. Contoh, karena jurnal ini membahas
tentang perbedaan hadis mursal maupun mudallas maka isinya pasti perbedaan
dilihat dari sudut pandang manapun. Namun dalam jurnal ini terbatas pada ruang
lingkup masing-masing hadits saja. Kekurangan yang tampak terlebih dahulu
adalah jumlah halaman dari jurnal ini melebihi batas dari jumlah jurnal yang
baik yaitu sekitar 8 sampai 15 halaman. Sehingga menjadikannya kuraf efektif
untuk dibaca maupun dipahami karena terkesan memutar-mutar pokok bahasannnya.
5.
Kesimpulan
dan saran yang diajukan penulis
Kesimpulan
dari penulis memiliki hasil yang sama dengan kesimpulan dalam jurnalnya. Saran
dari penulis adalah gunakan kosakata seperlunya saja, tidak memutar-mutar.
Apabila ingin memberi contoh, maka gunakan satu saja yang cukup untuk mewakili
contoh-contoh lainnya agar terkesan
efektif dan efisien. Pemilihan point-point penting juga perlu diperhatikan,
mana yang perlu dicantumkan mana yang tidak sehingga dapat memperjelas topic
yang ingin disampaikan bukan menambah beban topic yang akhirnya nanti keluar
dari topic yang sedang dibahas.
D. KESIMPULAN
DAN SARAN
Jurnal yang direview memiliki pokok bahasan yang sesuai dengan
topiknya. Kesimpulan mengenai topic dari jurnal akan sama halnya dengan review
dari penulis. Hanya saja pada akhir isi dari jurnal tersebut kurang relevan
dengan topic yang dibicarakan. Jurnal yang baik seharusnya berjumlah Sehingga penulis menyarankan beberapa
perubahan yaitu:
1.
Perhatikan
kosa kata dalam menyusun kalimat demi kalimat agar tidak berbelit-belit
2.
Fokus pada
topic yang dituju sehingga nantinya tidak akan keluar dari pokok bahasan nya
3.
Apabila
telah usai perhatikan juga jumlah halaman jurnal tersebut, sesuai kaidah jurnal
yang baik atau tidak.
4.
Apabila
memberi penjelasan sebaiknya yang mudah dipahami, Apabila penjelasan yang
disertakan lebih rumit, pembaca tentu merasa bingung dan susah memahaminya.
Sekian saran dari
penulis. Apabila ada salah-salah kata mohon dimaafkan.
[1] Hadits
Shahih Lighairihi, HR. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm.
Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil
Intisharis Sunnah, hlm. 12-13)
[2] HR.
Trimidzi, dalam kitab Al Ilmu, haditsnya hasan shahih
[3]
An-Nukat ‘ala Ibni ash-Sholah, Ibnu Hajar, j.1 h.225
[5] Mahmmud thahan, Taisir
Musthalah Hadist, (kuwait: haramain,1985), 71
[6] Mahmud Thohan,Taysir Musthalahul Hadis(Beirut:
Da’rul Fakr), hal. 166
[7] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu
Hadist, (bandung: angkasa,1991) 172
[8] Syaikh Mana’ Al Qaththan, Terjemah Mabahits fi ‘Ulum Al
Hadits, 139
[9] Syaikh
Mana’ Al Qaththan, Terjemah Mabahits fi ’Ulum Al Hadits, hlm 141 dan 143.Muhammad bin Shalih
Al ’Utsaimin, Mushthalah Al Hadits lis Sanah Ats Tsalitsah AtsTsanawiyah, hlm
17. DR. Mahmud Thahan, Taisiru Al Mushthalah Al Hadits, hlm 83
No comments:
Post a Comment