Wednesday, September 19, 2018

I'jazul qur'an


I’JAZUL QUR’AN

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu: H. Mohammad Dzofir, M. Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Nur Indah Sari                        (1710610045)
Izza Mafaza Rifqiyah            (1710610056)
Zuly Mar’atul Luthfiyah        (1710610077)

 

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  KUDUS
2018

BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Al-Qur’an tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari pertanyaaan-pertanyaaan tentang otentisitas Al-Qur’an, kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung didalamnya, dan eksistensi Al-Qur’an sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad SAW.
            Kajian Al-Qur’an sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan Al-Qur’an dalam menantang dan mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan  atau kelemahan Al-Qur’an. Tantangan Al-Qur’an dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu ini dinamakan i’jaz atau mukjizat Al-Qur’an.
            Kata i’jaz atau bermu’jizat ini menimbulkan implikasi tersendiri, yaitu bisa menantang orang yang meragukannya, dan mengalahkannya. Maka dari itu, makalah ini kami buat dengan tujuan memperjelas kemu’jizatan Al-Quran.
            Dan diharapkan setelah kita memahankinya kita dapa lebih mencintai Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam setiap segi kehidupan.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ilmu I’jazul Qur’an
      Menurut Ustman dalam buku Ulumul Qur’an mengatakan bahwa dari segi bahasa , kata i’jaz berasal dari kata “ajaza, yu’jizu, i’jazan yang berarti menetapkan kelemahan. Secara normatif, i’jaz dapat berarti ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu namun bukan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, apabila kemukjizatan tersebut terbukti , maka nampaklah kemukjizatan yang orang lain tidak dapat mengalahkannya. Maksudnya, I’jaz adalah sesuatu yang luar biasa diluar adat istiadat manusia pada umumnya, yang hanya dimiliki oleh orang yang diutus oleh Allah.
      Secara terminologi, kata ijaz adalah menampakkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun perseorangan untuk menandingi hal yang serupa yang datangnya dari Allah yang diberikan kepada Rasul-Nya.[1]
      Kata mu’jizat itu sendiri tidak terdapat di dalam al Qur’an. Namun untuk menerangkan mu’jizat. Al Qur’an menggunakan istilah “ayat atau bayyinat”. Baik ayat maupun bayyinat mempunyai dua macam arti. Pertama artinya “perkabaran Illahi”, yang berupa ayat-ayat al Qur’an”. Kedua artinya “mencakup mu’jizat atau tanda bukti”.[2]
      Apabila kemu’jizatan muncul, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan). Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembahasan ini adalah menampakkan kebenaran Nabi dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul, dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mu’jizatnya yang abadi yaitu Al Quran, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mu’jizat adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.
أَمْرُ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ اْلمُعَارَضَةِ.
Artinya:
Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”[3]
B.      Pembagian Mu’jizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a)     Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
      Mukjizat jenis ini muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Mu’jizat indrawi diberikan kepada para nabi dan rasul sebelum Muhammad. Mereka diberi mu’jizat Indrawi karena umat yang dihadapi belum mencapai kemajuan dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling relevan adalah jika setiap para nabi dan rasul itu hanya diutus untuk menyampaikan kepada umatnya secara khusus pada masa itu. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang lain.
b)     Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
      Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Mu’jizat Aqliyah berupa “al Qur’an” diberikan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai rasul yang terakhir, karena peradaban manusia sudah mengalami kemajuan dibidang ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Mu’jizat al Qur’an menantang akal manusia sepanjang zaman. Akal manusia betapapun majunya tidak akan sanggup menandingi al Qur’an. Al Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya dan sangat diperlukan untuk dijadikan petunjuk yang lurus.
      I’jazul Qur’an adalah kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang menyamainya.[4]
C.    Sejarah I’jazul Qur’an
     Pada masa Nabi Muhammad saw. adalah masa keemasan kesusasteraan Arab, maka mu’jizat utamanya adalah al Qur’an, kitab suci yang ayat-ayatnya mengandung nilai sastra yang amat tinggi, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat membuat serupa dengan al Qur’an. Mu’jizat al Qur’an menantang akal manusia sepanjang masa. Akal manusia betapapun majunya, tidak akan sanggup menandingi al Qur’an. Kelemahan akal manusia yang bersifat substantif ini merupakan pengakuan akal itu sendiri bahwa al Qur’an adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada rasul-Nya untuk dijadikan petunjuk yang lurus.[5]
      Kemudian pada kejayaan ilmu pengetahuan, bahasa Arab ikut memuncak sampai ke tingkat yang sangat tinggi, tetapi al Qur’an tetap tidak dapat ditandingi, karena al Qur’an berada di atas puncak yang tidak mungkin diungguli oleh siapapun dan al Qur’an bukan kalimat manusia.
      Setelah sepuluh kali Rasulullah menerima wahyu yang dimulai dengan awal surah Iqra’ sampai Al-Fajr, tiba-tiba wahyu terputus kehadirannya. Sekian lama beliau menanti dan mengharap tetapi Jibril - pembawa wahyu - tidak kunjung datang, maka timbul rasa gelisah di hati Nabi Muhammad SAW. Sedemikian besar kegelisahan itu, sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa beliau nyaris menjatuhkan diri dari puncak gunung. Orang-orang musyrik Makkah pun mengejek beliau dengan berkata, “Tuhan telah meninggalkan Muhammad dan membencinya.” Kegelisahan ini baru berakhir dengan turunnya Q.S. al-Dhuha/93:1–3
وَالضُّحَى(1)وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى(2)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى(3)
Demi al-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidakpula membenci.
Sumpah Allah terhadap Muhammad dengan tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu waktu dhuha, dan malam hari dengan kegelapannya.   Isi sumpah-Nya Bahwa Allah tidak meninggalkannya dan tidak membencinya. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu adalah wewenang-Nya. Jadi, andaikata Nabi Muhammad Saw. menantikan kehadirannya, namun jika Tuhan tidak menghendaki, wahyu tak akan datang. Ini membuktikan bahwa wahyu merupakan ketetapan-Nya, bukan hasil perenungan Nabi.
        Rasulullah meminta orang-orang yang tidak mempercayai Al Qur’an dengan menantang Al-Qur’an tiga kali secara bertahap.[6]
1.     Tantangan Pertama supaya membuat kitab tandingan yang sama dengan seluruh isi al Qur’an. Allah berfirman dalam surat Al-isra ayat 88, sebagai berikut:
Artinya : “Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-qurani, niscaya mereka tidak dapat membuat yang serupa sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi yang lain”
2.     Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari Al Qur’an, dengan firmannya Allah dalam surat Hud ayat 13
Artinya: Bahkan mereka mengatakan “Muhammad telah membuat al Qur’an itu”. Katakanlah (kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggilah orang-orang yang sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
3.     Menantang mereka dengan satu surah saja dari Al-Qur’an dalam firmannya Allah surah Yunus ayat 38
Artinya: “Atau (patutkah) mereka mengatakan; “Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah; (kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.[7]
      Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang arab ternyata gagal
ternya gagal dalam menndingi Al-quran. Sejarah mencatat kegagalan-kegagalan tersebut diantaranya:
1. Pemimpin quraysi mengutus Abu Alwalid seorang sastrawan ulung yang setelah berhadapan dengan nabi yang saat itumembacakan surat Fushilat ia tercengang dan kembali pada kaumnya dengan tangan kosong.
2. Musailamah bin habib bin al-kadzab yang mengaku sebagai nabi juga pernah berusaha membuat sesuatu yang menurutnya layak dibandingkan dengan ayat Al-quran.
D.    Kadar Kemukjizatan
1. Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Qur’an, bukan dengan sebagiannya atau dengan setiap surahnya secara lengkap.
2. Sebagian ulama berpendapat sebagian kecil atau sebagian besar dari Qur’an, tanpa harus satu surah penuh, juga merupakan mukjizat.
3. Ulama yang lain berpendapat, kemukjizatan itu cukup hanya dengan satu surah lengkap sekalipun pendek, atau dengan ukuran satu surah, baik satu ayat atau beberapa ayat.[8]
E.    Tujuan dan Fungsi Ilmu I’jazul Qur’an
1)     Membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar seorang Nabi dan Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan ajara-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan supaya menandingi Al-Quran kepada mereka yang ingkar.
2)     Membuktikan bahwa kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan Malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammmad SAW. Sebab pada kenyataannya mereka tidak bisa membuat tandingan seperti Al-Qur’an sehingga jelaslah bahwa Al-Quran itu bukan buatan manusia.
3)     Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghoh nya bahasa manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan kitab tandingan yang sama seperti al Quran, yang telah ditantangkan kepada mereka dalam berbagai tingkat dan bagian Al-Qur’an.
4)     Menunjukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong tidak mau menerima kitab suci.
5)     Bagi yang telah percaya kepada Nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat. Ia tidak lagi ditantang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau dialaminya hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinan akan kekuasaan Allah SWT.[9]
F.     Macam-Macam I’jazul Qur’an
      Dr. Abd. Rozzaq Naufal, dalam kitab Al-I’jazu Al-Adadi Lil qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazul qur’an itu ada 4 macam, sebagai berikut:
1.     Al-I’jaz Balaghi: kemukjizatan segi sastra balaghohnya, yang muncul pada peningkatan mutu bahasa Arab. Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu mukjizat Alquran adalah berita ghaibnya. Salah satu contoh berita ghaib adalah kisah Firaun yang mengejar Nabi Musa AS, hal ini diceritakan dalam Q.S Yunus:92.
Artinya :”Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu...”
2.     Al-I’jazut Tasyri’i: kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajaran-ajaran yang muncul pada masa penetapan hukum-hukum syari’at Islam. Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT: ”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. Ali Imron: 159). Di dalam pemerintahan Islam, tasyri’i itu tidak boleh ditinggalkan. Al-Qur’an telah menetapkan bila keluar dari tasyri’ Islam itu hukumnya kafir, dzalim, dan fasik. Firman Allah SWT: ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ini adalah orang-orang kafir” (QS. Al-Maidah: 44). Al-Qur’an menetapkan perkara yang sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan) dan harta benda.
3.     Al-Ijazul Ilmu: kemukjizatan segi ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan ilmu dan sains dikalangan umat Islam. Jumlah ayat-ayat ilmi dalam Al-quran mencapai 750 ayat yang
mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan. Beberapa mukjizat tersebut secara global adalah:
1. Ilmu Astronomi:Q.S Nuh:38-40, Qs. Nuh:16, Qs. Al-An’am:125
2. Ilmu Geologi: Qs. An-Naziat:30 Dan Az-Zumar:5, Qs. An-Naba’:7, Qs. Aq-Ra’du:41
3. Ilmu Agronomi: Qs. Al-baqarah:265, Qs. Al-hijr:22
Dan masih banyak ratusan ayat lainnya yang mengisyaratkan berbagai fenomena ilmiah yang jika dikaitkan dengan pemneuan ilmiah modern dapat menumbuhkan iman bagi orang-orang kafir dan menguatkan iman orang muslim bahwa Al-quran benar-benar firman Allah dan buka karangan Nabi Muhammad SAW yang santer dilontarkan kaum kafir dewasa ini.
4.     Al- I’jazu adadi : kemukjizatan segi kuantity atau matematis/ statistik, yang muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi canggih sekarang. I’jaz ’adady merupakan rahasia angka-angka dalam Al-Qur’an. Seperti dikatakan ”sa’ah” disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain itu Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula dalam surat Al-Baqoroh: 29, surat Al-Isra’: 44, surat Al-Mukminun: 86, surat Fushshilat: 12, surat Ath-Thalaq: 12, surat Al-Mulk: 3, dan surat Nuh:15. Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali..[10]
      Menurut Buku Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, ditunjukkan bahwa macam-macam i’jazul Quran ada 3 yakni:
1.     Kemukjizatan dalam aspek bahasa
            Sejarah menyaksikan, bahwa ahli-ahli bahasa telah terjun ke dalam festival bahasa dan mereka memperoleh kemenangan. Tetapi tidak seorangpun diantara mereka yang berani memproklamirkan  dirinya menantang Al-Qur’an, melainkan ia hanya mendapat kehinaan dan kekalahan. Bahkan sejarah mencatat, kelemahan bahasa ini terjadi justru pada masa kejayaan dan kemajuannya ketika Al-Qur’an. Saat itu bahasa Arab telah mencapai puncaknya dan memiliki unsur-unsur kesempurnaan dan kehalusan di lembaga-lembaga dan pasar bahasa.
2.     Kemukjizatan dalam aspek Ilmiah
            Orang yang menafsirkan Al-Quran dengan hal-hal yang sesuai dengan masalah ilmu pengetahuan dan berusaha keras menyimpulkan daripadanya segala persoalan yang muncul dalam kehidupan ilmiah, sebenarnya telah melakukan kesalahan terhadap Al-Quran meskipun mereka sendiri mengiranya sebagai kebaikan. Sebab masalah ilmu pengetahuan itu tunduk kepada hukum kemajuan zaman yang senantiasa berubah. Bahkan terkadang runtuh dari asas-asasnya. Jika kita menafsirkan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan, maka kita menghadapkan penafsirannya kepada kebatilan jika kaidah-kaidah ilmiah itu berubah atau jika suatu keyakinan membatalkan hipotesisnya.
            Kemukjizatan ilmiah Al-Quran bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru, berubah, dan merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi, ia terletak pada semngatnya dalam mendorong manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Al-Quran mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam. Ia tidak mengebiri aktifitas dan kreatifitas akal dalam memikirkan alam semesta atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapainya. Dan tidak ada seorangpun dari kitab-kitab agama terdahulu memberikan jaminan demikian seperti yang diberikan oleh Al-Quran.
3.     Kemukjizatan dalam aspek Hukum
            Al-Quran telah menetapkan perlindungan terhadap adh-dharuriyah al-khamsah (lima macam kebutuhan kebutuhan primer) bagi kehidupan manusia, yaitu jiwa, agama, kehormatan, harta benda, dan akal. Dan menerapkan hukuman yang tegas yang dikenal dengan jinayat dan hudud.
            Al-Qur’an juga menetapkan hukum tentang hubungan internasional perang dan damai antara kaum muslimin dengan kaum tetangga. Singkatnya Al-Qur’an merupakan dustur tasyri’i (sistem, aturan perundang-undangan) paripurna yang membangun kehidupan manusia di atas dasar konsep yang paling tinggi dan mulia. Kemukjizatan tasyri’-nya ini tidak bisa dipisahkan dari kemukjizatan ilmiah dan kemukjizatan bahasanya. Ketiganya akan senantiasa eksis bersama. Tidak seorangpun dapat mengingkari bahwa Al-Qur’an telah menganugerahkan warisan besar yang dapat mengubah wajah sejarah dunia.[11]
           























DAFTAR PUSTAKA


Al-Qaththan, Manna’.  Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka             Al-            Kautsar. 2004.
Al-Qaththan, Manna’. Studi Ilmu- Ilmu Al-Qur’an terj. Dr. Mudzakir AS. Jakarta:             Pustaka Al-Kautsar. 2004.
Amin Suma, Muhammad. Ulumul Qur’an. Jakarta : Rajawali Pers. 2014.
Ash Shabuni, Muhammad Ali. Pengantar Studi Al-Quran, terjemah H.      Muhammad Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS. Bandung: Al Ma’arif.          1987.
Efendi, Nur. Muhammad Fathurrohman. Studi Al-Qur’an. Yogyakarta : Teras.     2004.
Jamaluddin, “Menguak Kemu’jizatan Al Qur’an Kadar & Aspeknya”Jurnal         Tribakti, Vol. 19,2:1. Kediri: Jali. 2008.
Suhadi. Ulumul Qur’an. Kudus : Nora Media Enterprise. 2011.


[1] Nur Efendi, Muhammad Fathurrohman, Studi Al-Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 218.
[2] Said Aqil Husain al Munawar, (Abd. Halim, ed) al Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta, Ciputat Press, 2003), hlm. 30
[3] Manna’Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004) hlm. 323.
[4] Muhammad Ali Ash Shabuni. Pengantar Studi Al-Quran, terjemah H. Muhammad Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS (Bandung; Al Ma’arif, 1987), hlm. 102-103
[5] Manna al Qaththan, Mabahits fi Ulum al Qur’an, (Mansyurat al Ahsr al Hadits, 1973) hlm. 258
[6] Jamaluddin, “Menguak Kemu’jizatan Al Qur’an Kadar & Aspeknya”Jurnal Tribakti, Vol. 19,2:1(Kediri: Jali, 2008).hlm. 4
[7] Manna’Al-Qaththan, Studi Ilmu- Ilmu Al-Qur’an terj. Dr. Mudzakir AS.(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004) hlm. 323.
[8] Ibid,.378
[9] Suhadi, Ulumul Qur’an (Kudus:Nora Media Enterprise, 2011), hlm. 268
[10] Ibid, hlm. 247-248
[11] Op.cit, hlm. 351

No comments:

Post a Comment