I’JAZUL QUR’AN
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen pengampu: H. Mohammad Dzofir, M. Ag.
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Nur Indah Sari (1710610045)
Izza Mafaza Rifqiyah (1710610056)
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an tidak henti-hentinya
diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus digali oleh
para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari
pertanyaaan-pertanyaaan tentang otentisitas Al-Qur’an, kebenaran kandungannya,
nilai-nilai universal yang terkandung didalamnya, dan eksistensi Al-Qur’an
sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad SAW.
Kajian Al-Qur’an sebagai mukjizat
ini berkenaan dengan kehebatan Al-Qur’an dalam menantang dan mengalahkan
berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan atau kelemahan Al-Qur’an. Tantangan Al-Qur’an
dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu ini dinamakan i’jaz atau
mukjizat Al-Qur’an.
Kata i’jaz atau bermu’jizat ini
menimbulkan implikasi tersendiri, yaitu bisa menantang orang yang meragukannya,
dan mengalahkannya. Maka dari itu, makalah ini kami buat dengan tujuan
memperjelas kemu’jizatan Al-Quran.
Dan diharapkan setelah kita
memahankinya kita dapa lebih mencintai Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam
setiap segi kehidupan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu I’jazul Qur’an
Menurut Ustman dalam
buku Ulumul Qur’an mengatakan bahwa dari segi bahasa , kata i’jaz
berasal dari kata “ajaza, yu’jizu, i’jazan yang berarti menetapkan
kelemahan. Secara normatif, i’jaz dapat berarti ketidakmampuan seseorang
melakukan sesuatu namun bukan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, apabila
kemukjizatan tersebut terbukti , maka nampaklah kemukjizatan yang orang lain
tidak dapat mengalahkannya. Maksudnya, I’jaz adalah sesuatu yang luar
biasa diluar adat istiadat manusia pada umumnya, yang hanya dimiliki oleh orang
yang diutus oleh Allah.
Secara terminologi, kata
ijaz adalah menampakkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun
perseorangan untuk menandingi hal yang serupa yang datangnya dari Allah yang
diberikan kepada Rasul-Nya.[1]
Kata mu’jizat itu
sendiri tidak terdapat di dalam al Qur’an. Namun untuk menerangkan mu’jizat. Al
Qur’an menggunakan istilah “ayat atau bayyinat”. Baik ayat maupun bayyinat
mempunyai dua macam arti. Pertama artinya “perkabaran Illahi”, yang berupa
ayat-ayat al Qur’an”. Kedua artinya “mencakup mu’jizat atau tanda bukti”.[2]
Apabila kemu’jizatan
muncul, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan). Yang
dimaksud dengan i’jaz dalam pembahasan ini adalah menampakkan kebenaran Nabi
dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul, dengan menampakkan kelemahan orang
Arab untuk menghadapi mu’jizatnya yang abadi yaitu Al Quran, dan kelemahan generasi-generasi
sesudah mereka. Dan mu’jizat adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai
tantangan dan selamat dari perlawanan.
أَمْرُ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ
مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدِّيْ سَالِمٌ عَنِ اْلمُعَارَضَةِ.
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar dari
kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”[3]
B.
Pembagian Mu’jizat
Secara umum mukjizat dapat
digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu:
a) Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan
adanya kesaktian seorang nabi. Mu’jizat indrawi diberikan kepada para nabi dan rasul sebelum Muhammad. Mereka
diberi mu’jizat Indrawi karena umat yang dihadapi belum mencapai
kemajuan
dalam bidang pengetahuan dan pemikiran, maka yang paling relevan adalah jika
setiap para nabi dan rasul itu hanya diutus untuk menyampaikan kepada umatnya
secara khusus pada masa itu. Secara
umum dapat diambil contoh adalah mukjizat nabi Musa dapat membelah lautan, mukjizat
nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi dari bani Israil yang
lain.
b) Mukjizat Rasional (‘aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai
dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Mu’jizat Aqliyah berupa “al Qur’an” diberikan kepada
Nabi Muhammad saw. sebagai rasul yang terakhir, karena peradaban manusia sudah
mengalami kemajuan dibidang ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Mu’jizat al
Qur’an menantang akal manusia sepanjang zaman. Akal manusia betapapun majunya tidak
akan sanggup menandingi al Qur’an. Al Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan
kepada rasul-Nya dan sangat diperlukan untuk dijadikan petunjuk yang lurus.
I’jazul Qur’an adalah
kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan
kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa
mendatangkan minimal yang menyamainya.[4]
C.
Sejarah I’jazul Qur’an
Pada masa Nabi Muhammad saw.
adalah masa keemasan kesusasteraan Arab, maka mu’jizat utamanya adalah al
Qur’an, kitab suci yang ayat-ayatnya mengandung nilai sastra yang amat tinggi,
sehingga tidak ada seorangpun yang dapat membuat serupa dengan al Qur’an.
Mu’jizat al Qur’an menantang akal manusia sepanjang masa. Akal manusia
betapapun majunya, tidak akan sanggup menandingi al Qur’an. Kelemahan akal
manusia yang bersifat substantif ini merupakan pengakuan akal itu sendiri bahwa
al Qur’an adalah wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada rasul-Nya untuk
dijadikan petunjuk yang lurus.[5]
Kemudian pada kejayaan
ilmu pengetahuan, bahasa Arab ikut memuncak sampai ke tingkat yang sangat
tinggi, tetapi al Qur’an tetap tidak dapat ditandingi, karena al Qur’an berada
di atas puncak yang tidak mungkin diungguli oleh siapapun dan al Qur’an bukan kalimat
manusia.
Setelah
sepuluh kali Rasulullah menerima
wahyu yang dimulai dengan awal surah Iqra’ sampai Al-Fajr,
tiba-tiba wahyu terputus kehadirannya. Sekian lama beliau menanti dan mengharap
tetapi Jibril - pembawa wahyu - tidak kunjung datang, maka timbul rasa gelisah
di hati Nabi Muhammad SAW.
Sedemikian besar kegelisahan itu, sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa
beliau nyaris menjatuhkan diri dari puncak gunung. Orang-orang musyrik Makkah
pun mengejek beliau dengan berkata, “Tuhan telah meninggalkan Muhammad dan
membencinya.” Kegelisahan ini baru berakhir dengan turunnya Q.S. al-Dhuha/93:1–3
وَالضُّحَى(1)وَاللَّيْلِ إِذَا
سَجَى(2)مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى(3)
Demi al-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidak
meninggalkan kamu dan tidakpula membenci.
Sumpah Allah terhadap Muhammad dengan
tanda-tanda kebesaran-Nya, yaitu waktu dhuha, dan malam hari dengan
kegelapannya. Isi sumpah-Nya Bahwa Allah tidak meninggalkannya dan
tidak membencinya. Hal ini menunjukkan bahwa wahyu adalah wewenang-Nya. Jadi,
andaikata Nabi Muhammad Saw.
menantikan kehadirannya, namun jika Tuhan tidak menghendaki, wahyu tak akan
datang. Ini membuktikan bahwa wahyu merupakan ketetapan-Nya, bukan hasil
perenungan Nabi.
Rasulullah
meminta orang-orang yang tidak mempercayai Al Qur’an dengan menantang Al-Qur’an
tiga kali secara bertahap.[6]
1.
Tantangan
Pertama supaya membuat kitab tandingan yang sama dengan seluruh isi al Qur’an.
Allah berfirman dalam surat Al-isra ayat
88, sebagai berikut:
Artinya : “Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul
untuk membuat yang serupa Al-qurani, niscaya mereka tidak dapat membuat yang
serupa sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi yang lain”
2.
Menantang mereka dengan sepuluh surah saja dari Al Qur’an,
dengan firmannya Allah dalam surat Hud ayat 13
Artinya:
Bahkan mereka mengatakan “Muhammad telah membuat al Qur’an itu”. Katakanlah
(kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat
yang menyamainya, dan panggilah orang-orang yang sanggup (memanggilnya) selain
Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.
3.
Menantang mereka dengan satu surah saja dari Al-Qur’an dalam
firmannya Allah surah Yunus ayat 38
Artinya:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan; “Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah;
(kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat
seumpamanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk
membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.[7]
Sejarah telah membuktikan
bahwa orang-orang arab ternyata gagal
ternya gagal dalam menndingi Al-quran. Sejarah mencatat kegagalan-kegagalan
tersebut diantaranya:
1. Pemimpin quraysi mengutus Abu Alwalid seorang sastrawan ulung
yang setelah berhadapan dengan nabi yang saat itumembacakan surat Fushilat ia
tercengang dan kembali pada kaumnya dengan tangan kosong.
2. Musailamah bin habib bin al-kadzab yang mengaku sebagai nabi juga
pernah berusaha membuat sesuatu yang menurutnya layak dibandingkan dengan ayat
Al-quran.
D. Kadar Kemukjizatan
1. Golongan Mu’tazilah
berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Qur’an, bukan
dengan sebagiannya atau dengan setiap surahnya secara lengkap.
2. Sebagian ulama
berpendapat sebagian kecil atau sebagian besar dari Qur’an, tanpa harus satu
surah penuh, juga merupakan mukjizat.
3. Ulama yang lain
berpendapat, kemukjizatan itu cukup hanya dengan satu surah lengkap sekalipun
pendek, atau dengan ukuran satu surah, baik satu ayat atau beberapa ayat.[8]
E.
Tujuan dan Fungsi Ilmu I’jazul Qur’an
1)
Membuktikan
bahwa Nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab Al-Qur’an itu adalah
benar-benar seorang Nabi dan Rasul Allah. Beliau diutus untuk menyampaikan
ajara-ajaran Allah SWT kepada umat manusia dan untuk mencanangkan tantangan
supaya menandingi Al-Quran kepada mereka yang ingkar.
2)
Membuktikan
bahwa kitab Al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan
Malaikat Jibril dan bukan tulisan Nabi Muhammmad SAW. Sebab pada kenyataannya
mereka tidak bisa membuat tandingan seperti Al-Qur’an sehingga jelaslah bahwa
Al-Quran itu bukan buatan manusia.
3)
Menunjukkan
kelemahan mutu sastra dan balaghoh nya bahasa manusia, karena terbukti
pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu mendatangkan
kitab tandingan yang sama seperti al Quran, yang telah ditantangkan kepada
mereka dalam berbagai tingkat dan bagian Al-Qur’an.
4)
Menunjukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yang tidak sebanding dengan
keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar tidak mau beriman dan sombong
tidak mau menerima kitab suci.
5)
Bagi
yang telah percaya kepada Nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat. Ia
tidak lagi ditantang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau
dialaminya hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinan akan
kekuasaan Allah SWT.[9]
F.
Macam-Macam I’jazul Qur’an
Dr. Abd. Rozzaq Naufal,
dalam kitab Al-I’jazu Al-Adadi Lil qur’anil Karim menerangkan bahwa i’jazul
qur’an itu ada 4 macam, sebagai berikut:
1.
Al-I’jaz
Balaghi: kemukjizatan segi sastra balaghohnya, yang muncul pada peningkatan
mutu bahasa Arab. Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu mukjizat Alquran
adalah berita ghaibnya. Salah satu contoh berita ghaib adalah kisah Firaun yang
mengejar Nabi Musa AS, hal ini diceritakan dalam Q.S Yunus:92.
Artinya :”Maka
pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu...”
2.
Al-I’jazut
Tasyri’i: kemukjizatan segi pensyariatan hukum-hukum ajaran-ajaran yang muncul
pada masa penetapan hukum-hukum syari’at Islam. Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yakni pemerintah
yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi.
Firman Allah SWT: ”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS.
Ali Imron: 159). Di dalam pemerintahan Islam, tasyri’i itu tidak boleh
ditinggalkan. Al-Qur’an telah menetapkan bila keluar dari tasyri’ Islam itu
hukumnya kafir, dzalim, dan fasik. Firman Allah SWT: ”Barangsiapa yang
tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ini adalah
orang-orang kafir” (QS. Al-Maidah: 44). Al-Qur’an menetapkan perkara
yang sangat dibutuhkan oleh manusia, yakni agama, jiwa, akal, nasab (keturunan)
dan harta benda.
3.
Al-Ijazul
Ilmu: kemukjizatan segi ilmu pengetahuan, yang muncul pada masa kebangkitan
ilmu dan sains dikalangan umat Islam. Jumlah
ayat-ayat ilmi dalam Al-quran mencapai 750 ayat yang
mencakup berbagai
cabang ilmu pengetahuan. Beberapa mukjizat tersebut secara global adalah:
1. Ilmu Astronomi:Q.S Nuh:38-40, Qs. Nuh:16, Qs. Al-An’am:125
2. Ilmu
Geologi: Qs. An-Naziat:30 Dan Az-Zumar:5, Qs. An-Naba’:7, Qs. Aq-Ra’du:41
3. Ilmu Agronomi: Qs.
Al-baqarah:265, Qs. Al-hijr:22
Dan masih banyak
ratusan ayat lainnya yang mengisyaratkan berbagai fenomena ilmiah yang jika
dikaitkan dengan pemneuan ilmiah modern dapat menumbuhkan iman bagi orang-orang
kafir dan menguatkan iman orang muslim bahwa Al-quran benar-benar firman Allah
dan buka karangan Nabi Muhammad SAW yang santer dilontarkan kaum kafir dewasa
ini.
4.
Al-
I’jazu adadi : kemukjizatan segi kuantity atau matematis/ statistik, yang
muncul pada abad ilmu pengetahuan dan teknologi canggih sekarang. I’jaz ’adady merupakan rahasia
angka-angka dalam Al-Qur’an. Seperti dikatakan ”sa’ah” disebutkan dalam
Al-Qur’an sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain
itu Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Penjelasan ini diulangi
sebanyak tujuh kali pula dalam surat Al-Baqoroh: 29, surat Al-Isra’: 44, surat
Al-Mukminun: 86, surat Fushshilat: 12, surat Ath-Thalaq: 12, surat Al-Mulk: 3,
dan surat Nuh:15. Adapula kata-kata yang menunjukkan utusan Tuhan, baik rasul
atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi
peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali..[10]
Menurut Buku Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an, ditunjukkan bahwa macam-macam i’jazul Quran ada 3 yakni:
1.
Kemukjizatan
dalam aspek bahasa
Sejarah
menyaksikan, bahwa ahli-ahli bahasa telah terjun ke dalam festival bahasa dan mereka
memperoleh kemenangan. Tetapi tidak seorangpun diantara mereka yang berani
memproklamirkan dirinya menantang
Al-Qur’an, melainkan ia hanya mendapat kehinaan dan kekalahan. Bahkan sejarah
mencatat, kelemahan bahasa ini terjadi justru pada masa kejayaan dan
kemajuannya ketika Al-Qur’an. Saat itu bahasa Arab telah mencapai puncaknya dan
memiliki unsur-unsur kesempurnaan dan kehalusan di lembaga-lembaga dan pasar
bahasa.
2.
Kemukjizatan
dalam aspek Ilmiah
Orang yang
menafsirkan Al-Quran dengan hal-hal yang sesuai dengan masalah ilmu pengetahuan
dan berusaha keras menyimpulkan daripadanya segala persoalan yang muncul dalam
kehidupan ilmiah, sebenarnya telah melakukan kesalahan terhadap Al-Quran
meskipun mereka sendiri mengiranya sebagai kebaikan. Sebab masalah ilmu
pengetahuan itu tunduk kepada hukum kemajuan zaman yang senantiasa berubah.
Bahkan terkadang runtuh dari asas-asasnya. Jika kita menafsirkan Al-Quran
dengan ilmu pengetahuan, maka kita menghadapkan penafsirannya kepada kebatilan
jika kaidah-kaidah ilmiah itu berubah atau jika suatu keyakinan membatalkan
hipotesisnya.
Kemukjizatan
ilmiah Al-Quran bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang
selalu baru, berubah, dan merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan.
Tetapi, ia terletak pada semngatnya dalam mendorong manusia untuk berfikir dan
menggunakan akalnya. Al-Quran mendorong manusia agar memperhatikan dan
memikirkan alam. Ia tidak mengebiri aktifitas dan kreatifitas akal dalam
memikirkan alam semesta atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan
yang dapat dicapainya. Dan tidak ada seorangpun dari kitab-kitab agama
terdahulu memberikan jaminan demikian seperti yang diberikan oleh Al-Quran.
3.
Kemukjizatan
dalam aspek Hukum
Al-Quran telah
menetapkan perlindungan terhadap adh-dharuriyah al-khamsah (lima macam
kebutuhan kebutuhan primer) bagi kehidupan manusia, yaitu jiwa, agama,
kehormatan, harta benda, dan akal. Dan menerapkan hukuman yang tegas yang
dikenal dengan jinayat dan hudud.
Al-Qur’an juga
menetapkan hukum tentang hubungan internasional perang dan damai antara kaum
muslimin dengan kaum tetangga. Singkatnya Al-Qur’an merupakan dustur tasyri’i
(sistem, aturan perundang-undangan) paripurna yang membangun kehidupan manusia
di atas dasar konsep yang paling tinggi dan mulia. Kemukjizatan tasyri’-nya ini
tidak bisa dipisahkan dari kemukjizatan ilmiah dan kemukjizatan bahasanya.
Ketiganya akan senantiasa eksis bersama. Tidak seorangpun dapat mengingkari
bahwa Al-Qur’an telah menganugerahkan warisan besar yang dapat mengubah wajah
sejarah dunia.[11]
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qaththan,
Manna’. Pengantar Studi Ilmu
Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar. 2004.
Al-Qaththan,
Manna’. Studi Ilmu- Ilmu Al-Qur’an terj. Dr. Mudzakir AS. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2004.
Amin Suma, Muhammad. Ulumul Qur’an. Jakarta : Rajawali Pers.
2014.
Ash Shabuni,
Muhammad Ali. Pengantar Studi Al-Quran, terjemah H. Muhammad Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS. Bandung:
Al Ma’arif. 1987.
Efendi, Nur.
Muhammad Fathurrohman. Studi Al-Qur’an. Yogyakarta : Teras. 2004.
Jamaluddin,
“Menguak Kemu’jizatan Al Qur’an Kadar & Aspeknya”Jurnal Tribakti, Vol. 19,2:1. Kediri: Jali.
2008.
Suhadi. Ulumul Qur’an. Kudus : Nora Media Enterprise. 2011.
[1] Nur Efendi,
Muhammad Fathurrohman, Studi Al-Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 218.
[2]
Said Aqil
Husain al Munawar, (Abd. Halim, ed) al Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, (Jakarta, Ciputat Press, 2003), hlm. 30
[3] Manna’Al-Qaththan,
Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004) hlm.
323.
[4] Muhammad Ali
Ash Shabuni. Pengantar Studi Al-Quran, terjemah H. Muhammad
Khudhori Umar dan Muh. Matsna HS (Bandung; Al Ma’arif, 1987), hlm. 102-103
[5] Manna al Qaththan,
Mabahits fi Ulum al Qur’an, (Mansyurat al Ahsr al Hadits, 1973) hlm. 258
[6] Jamaluddin,
“Menguak Kemu’jizatan Al Qur’an Kadar & Aspeknya”Jurnal Tribakti, Vol. 19,2:1(Kediri:
Jali, 2008).hlm. 4
[7]
Manna’Al-Qaththan,
Studi Ilmu- Ilmu Al-Qur’an terj. Dr. Mudzakir AS.(Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2004) hlm. 323.
[8] Ibid,.378
[9]
Suhadi, Ulumul
Qur’an (Kudus:Nora Media Enterprise, 2011), hlm. 268
[10] Ibid,
hlm. 247-248
[11] Op.cit, hlm.
351
No comments:
Post a Comment